Sabtu, 18 Februari 2012

Di Bawah naungan Ukhwah


Minggu, 20 Februari 2012

(Rohis Smapa)

Mencintai sesama mukmin dan mengikat tali ukhuwah (persaudaraan) merupakan suatu perbuatan yang amat mulia dan sangat penting. Allah SWT menyatakan persaudaraan sebagai sifat kaum mukminin dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, seperti dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
(QS. Al Hujuraat : 10).
Persaudaraan yang terjalin di antara kaum mukmin sesungguhnya merupakan anugerah nikmat yang sangat besar dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” ( Ali Imran : 103).
Ukhuwah berasal dari kata “ikhwah” yang artinya saudara, atau biasa diartikan persaudaraan. Sebagai seorang muslim kita mengenal “Ukhuwah Islamiyyah”, yaitu persaudaraan antar sesama umat muslim. Persaudaraan ini sangat istimewa karena dibangun atas dasar keimanan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, bahkan seorang ulama salaf mengatakan bahwa persaudaraan atas dasar iman jauh lebih penting, lebih bermakna, daripada saudara sedarah (karena hubungan darah). Mengapa?
Karena, saudara seiman akan membantu kita, tak hanya urusan duniawi, bahkan ukhrowi, karena kecintaan mereka kepada kita berlandaskan cinta karena Aloh dan mengharap ridho-Nya. Sedangkan persaudaraan sedarah terkadang hanya membantu kita dalam urusan duniawi, bahkan tak sedikit saudara kita yang justru terjerumus dalam kesesatan aqidah karena keluarga mereka sendiri. Na’udzubillahi min dzalik. Tentu kita semua berharap, semoga persaudaraan dalam keluarga kita dapat menjadi sebab untuk meraih  keselamatan dunia dan akhirat, bukan sebaliknya. Amin.
Ibarat sebuah bangunan yang kokoh, ukhuwah juga memiliki pondasi yang menopangnya agar tercipta sebuah hubungan yang erat. Pondasi ukhuwah islamiyyah itu adalah :
1.      Ta’aruf (saling mengenal)
2.      Tafahum (saling memahami)
3.      Ta’awun (saling menolong)
4.      Tafakul (saling menopang)
5.      Itsar (mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri)
Tingkatan yang tertinggi dalam sebuah ukhuwah islamiyyah adalah itsar.
Di bawah ini adalah sebuah kisah nyata tentang perilaku itsar yang dicontohkan oleh dua orang shahabat, Sa’ad bin Rabi’ dari kaum Anshor dan Abdurrahman bin Auf dari kaum muhajirin, radhiyallahu ‘anhum.
Suatu ketika Sa’ad bin Rabi’ berkata,“Wahai saudaraku, ini adalah harta kekayaan yang telah aku kumpulkan selama ini. Aku akan membaginya menjadi dua bagian; untukmu dan untukku. Setengah rumah ini juga milikmu.
Aku juga mempunyai dua orang istri. Aku akan mendatangkan keduanya di hadapanmu, dan terserah kamu untuk memilih siapa di antara keduanya yang engkau sukai. Aku akan menceraikannya, hingga setelah selesai masa iddahnya engkau bisa menikahinya.”
Subhanalloh! Namun, Abdurrahman bin Auf hanya mengatakan, “Semoga Alloh membalasmu dengan kebaikan. Di mana letak pasar?”
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus kita lakukan kepada saudara kita, dan juga menjadi hak mereka yang harus kita tunaikan :

1.      Memberikan senyum, menyapa, dan berjabat tangan ketika bertemu
Dari Qatadah -rahimahullah- dia berkata:
“Aku bertanya kepada Anas, “Apakah di antara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sering berjabat tangan?” Dia menjawab, “Ya.” (HR. Al-Bukhari no. 6263).
Dari Al Bara`  dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan kecuali Allah akan memberi ampunan kepada keduanya sebelum keduanya berpisah.” (HR. Abu Daud no. 5212 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5777).
Sunnah yang mulia ini mencakup umum antara sesama kaum muslimin, lelaki dengan lelaki, wanita dengan wanita, serta lelaki dan wanita yang merupakan mahramnya. Adapun yang bukan mahramnya maka sungguh bukannya pahala dan ampunan yang dia dapatkan, akan tetapi justru dia akan mendapatkan siksaan dan perbuatannya itu merupakan dosa besar. Dalam hadits Ma’qil bin Yasar dari Nabi –alaihishshalatu wassalam- bahwa beliau bersabda:
“Betul-betul seorang lelaki ditusukkan jarum besi pada kepalanya itu, itu lebih baik baginya daipada dia disentuh oleh wanita yang tidak halal baginya (non mahram).” (HR. Ath-Thabrani no. 486,487)
2.      Menghadiri undangannya
3.      Jika ia meminta nasihat, maka nasihatilah
4.      Jika ia bersin dan berdoa, maka doakanlah
5.      Jika ia sakit, maka jenguklah
6.      Mengantar jenazahnya
7.      Mendamaikan sesama muslim
8.      Menjaga rahasia dan menutup aibnya
9.      Menolong sesama muslim
Seiring perjalanan waktu, tali ukhuwah yang telah terjalin terkadang bisa mengendur, bahkan putus sama sekali dikarenakan virus-virus yang berjangkit di hati, antara lain :
1. Tamak akan kenikmatan dunia
Banyak kasus dua orang sahabat yang saling mencintai dengan tulus sehingga masing-masing merasa berat untuk berpisah dari kawannya, tiba-tiba sikap mereka berubah ketika tergiur dengan gemerlap dunia dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
Sebaik-sebaik sifat itsar adalah yang seperti dilakukan oleh kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin sebagaimana diabadikan dalam Al Hasyr : 9 berikut ini,

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Al-Hasyr:9).

2. Tidak santun dalam berbicara
Hal ini merupakan pintu yang paling leluasa bagi setan untuk masuk menebar bibit-bibit perselisihan dan permusuhan di antara sahabat. Banyak yang beranggapan, hubungan istimewa yang terjalin dengan sahabatnya membebaskannya dari tutur kata yang sopan.
Contoh gaya bicara kepada saudara kita yang harus dihindari adalah :

a. Berbicara dengan nada suara tinggi dan menggunakan kata-kata kasar
Ali bin Abu Thalib berkata : “barangsiapa lembut tutur katanya, niscaya manusia suka dengannya”.
b. Tidak mendengar saran saudaranya, enggan menatap ketika berbicara atau memberi salam, tidak menghargai keberadaannya.
c. Bercanda secara berlebihan
Canda ringan dalam batas kesopanan dan tidak keluar dari ruang lingkup yang benar akan menambah kelenturan dan kehangatan hubungan ukhuwah. Sebaliknya, canda yang berlebihan dan melampaui batas kesopanan akan mempercepat kehancuran ukhuwah.
d. Sering mendebat dan membantah
Sering mendebat dan membantah diikuti oleh dampak negatif lainnya seperti menganggap unggul ide, sering mengkritik ide sahabat, sok tahu, menggunakan kata-kata pedas yang bernada merendahkan pemahaman, cara berpikir, dan kekuatan penguasaannya terhadap suatu masalah. Sesungguhnya salah satu faktor paling signifikan yang dapat memicu rasa benci dan dengki antara sahabat adalah kebiasaan berselisih/berbantah-bantahan yang seringkali tanpa didasari oleh ketulusan dalam upaya mencari kebenaran. Perselisihan juga terkadang menjebak keduanya dalam pembicaraan mengenai masalah yang masih samar, tanpa dalih argumen yang jelas. Perselisihan juga mendorong salah seorang di antara kedua sahabat tersebut terus berbicara, kendati tiada hasil yang dicapai, selain memperburuk hubungan dan mengubah sikap.
e. Kritikan keras yang melukai perasaan
Salah satu faktor yang dapat merusak suasana pembicaraan dan hubungan ukhuwah adalah menyerang dengan kritikan bernada keras atau kritikan yang tidak argumentatif. Seperti ungkapan : “Semua yang kamu katakan adalah salah, tidak memiliki dalil yang menguatkan.” Atau : “Kamu berseberangan dengan saya.”
Jika antum seorang yang beretika baik, seharusnya yang antum katakan adalah : “Beberapa sisi dalam pendapatmu itu perlu dipertimbangkan lagi”, “Menurut hemat saya….”, “Saya mempunyai ide lain, harap antum menyimaknya dan memberi penilaian”, dan ungkapan-ungkapan serupa lainnya.

3. Sikap Acuh/tidak care atau cuek
Ukhuwah yang tidak dihiasi dengan kehangatan perasaan dan gejolak rindu, adalah ukhuwah yang kering. Ia akan segera gugur dan luntur.
Berempati atas semua musibah dan penderitaan yang dialami saudara atau sahabat serta memperhatikan keperluan-keperluannya merupakan salah satu hal yang bisa mempererat ukhuwah.
Perasaan yang tulus juga akan mendorong seseorang untuk mendoakan sahabatnya ketika berpisah dan menyebut namanya dalam waktu-waktu terkabulnya do’a.
Sabda Rasulullah :
“Doa seorang muslim untuk kebaikan saudaranya yang dilakukan dari kejauhan, niscaya akan dikabulkan”. (HR. Muslim, Ibnu Majah, Ahmad)
4. Mengadakan Pembicaraan Rahasia
Dalam riwayat Ibnu ‘Umar ra dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Jika kamu bertiga, maka janganlah dua di antara kamu membuat pembicaraan rahasia , kecuali jika orang ketiga mengizinkan, karena perbuatan itu dapat membuatnya sedih”. (HR. Ahmad)

5. Keras kepala, enggan menerima nasihat dan saran
Sikap keras kepala dan enggan mnerima nasihat, membuat seorang sahabat merasakan adanya dinding pemisah antara diri antum dan dirinya. Ia merasa sulit untuk terbuka dalam setiap pembicaraan dengan antum, bahkan -mungkin- menganggapmu sombong.*** (Na & dari berbagai sumber)

“Rahim (tali persaudaraan) itu digantungkan pada arsy, ia berkata: Barang siapa yang menyambungku (berbuat baik kepada kerabat), maka Allah akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan aku, maka Allah pun akan memutuskannya.”
(Shahih Muslim No.4635)

1 komentar: